Rupiah Anjlok ke Rp17.006 per Dolar AS: Dampak Kebijakan Trump & Lemahnya Respons Indonesia?

2 Min Read

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan hingga mencapai Rp17.006 per dolar dalam perdagangan Non-Deliverable Forward (NDF). Melemahnya mata uang Indonesia ini terjadi seiring dengan penerapan kebijakan tarif impor oleh pemerintahan Amerika Serikat di bawah Donald Trump.

Menurut pengamat keuangan Ibrahim Assuaibi, pemerintah Indonesia berupaya melakukan negosiasi dengan AS terkait kebijakan tersebut. Namun, ia menilai langkah ini kurang efektif dibandingkan dengan respons negara lain yang lebih tegas.

“Indonesia seharusnya mengambil sikap lebih kuat terhadap tarif impor AS, seperti yang dilakukan banyak negara lain. Alih-alih membalas dengan kebijakan serupa, pemerintah justru memilih bernegosiasi, yang menurut saya sulit mencapai kesepakatan,” ujar Ibrahim pada Sabtu (5/4/2025).

Ia mencontohkan sejumlah negara, seperti Tiongkok, Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa, yang langsung mengambil tindakan perlawanan terhadap kebijakan Trump, sehingga memicu proses negosiasi. Sementara itu, Indonesia dinilai terlalu cepat masuk ke meja perundingan tanpa menunjukkan sikap tegas terlebih dahulu. “Ini mungkin yang membuat pasar kecewa dan mendorong pelemahan rupiah hingga menyentuh Rp17.000-an,” tambahnya.

Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (4/4/2025), kontrak rupiah NDF di pasar luar negeri tercatat melemah 1,58% ke level Rp17.006 per dolar AS.

Apa Itu Pasar NDF?

Non-Deliverable Forward (NDF) merupakan kontrak derivatif antara dua pihak untuk memperdagangkan selisih nilai tukar mata uang di masa depan berdasarkan kurs yang telah disepakati. Berbeda dengan pasar spot yang menyelesaikan transaksi secara langsung (biasanya dalam dua hari kerja), NDF tidak melibatkan penyerahan mata uang fisik—hanya selisih nilai yang dibayarkan secara tunai.

NDF umumnya digunakan untuk lindung nilai (hedging) atau spekulasi terhadap fluktuasi nilai tukar. Beberapa mata uang yang sering diperdagangkan dalam NDF antara lain rupee India, rupiah Indonesia, dan yuan Tiongkok. Instrumen ini menjadi pilihan bagi investor yang ingin mengelola risiko nilai tukar tanpa harus terlibat dalam transaksi fisik.

Dengan kondisi ketidakpastian global dan kebijakan perdagangan AS yang semakin protektif, pelemahan rupiah diprediksi masih akan terus berlanjut jika tidak ada langkah strategis dari pemerintah.

Share This Article