Relaksasi TKDN: Memacu Investasi atau Mengorbankan Industri Dalam Negeri?

3 Min Read

Presiden Prabowo Subianto sedang mempertimbangkan untuk melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) guna meningkatkan daya saing industri nasional di tengah persaingan perdagangan global. Kebijakan TKDN, yang dirancang untuk mendorong penggunaan produk lokal dalam berbagai sektor industri, dinilai perlu disesuaikan agar lebih realistis dan tidak menghambat investasi.

TKDN dan Kritik dari Pemerintah AS

Kebijakan TKDN bertujuan memperkuat industri dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan impor. Namun, beberapa pihak menilai aturan ini justru dapat menghambat masuknya investasi asing. Amerika Serikat (AS) termasuk salah satu negara yang kerap mengkritik kebijakan ini.

Baru-baru ini, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif tinggi terhadap negara-negara yang dianggap berkontribusi pada defisit neraca dagang AS, termasuk Indonesia yang dikenai tarif sebesar 32%. AS juga menyoroti kebijakan TKDN Indonesia yang dinilai membatasi akses pasar bagi produk-produk AS.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam wawancara di Fox News (13 Februari 2025) menyebut TKDN sebagai salah satu hambatan non-tarif yang merugikan AS. Dia mencontohkan kasus Apple yang kesulitan memasarkan iPhone 16 di Indonesia karena tidak memenuhi persyaratan TKDN. Bessent menegaskan bahwa AS akan meninjau ulang hambatan non-tarif semacam ini untuk menentukan langkah balasan yang adil.

Respons Pemerintah Indonesia: Fleksibilitas TKDN

Merespons tekanan dari AS, pemerintah Indonesia mempertimbangkan pelonggaran TKDN, terutama untuk produk teknologi informasi dan komunikasi (ICT) seperti Apple, Oracle, dan Microsoft. Presiden Prabowo menginstruksikan jajarannya untuk membuat aturan TKDN yang lebih realistis, khawatir kebijakan yang terlalu ketat justru mengurangi daya saing industri.

Dalam Sarasehan Ekonomi (8/4/2025), Prabowo menekankan bahwa TKDN tidak bisa menjadi solusi tunggal untuk meningkatkan kemampuan industri lokal. “Kita harus realistis. Jika TKDN dipaksakan, kita justru bisa kalah bersaing. Mungkin lebih baik diganti dengan insentif,” ujarnya.

Pro dan Kontra Relaksasi TKDN

Pelaku industri teknologi seperti Asus Indonesia menyambut positif rencana pelonggaran TKDN karena akan mempermudah proses produksi. Namun, mereka juga mengkhawatirkan dampak jangka panjang terhadap perkembangan ekosistem industri teknologi di Tanah Air.

Center of Economics and Law Studies (Celios) memperingatkan bahwa relaksasi TKDN berisiko membuat pabrik-pabrik teknologi global menutup operasinya di Indonesia. Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Celios, menjelaskan bahwa beberapa produsen ponsel global membangun pabrik di Indonesia untuk memenuhi syarat TKDN. Jika aturan ini dilonggarkan, mereka mungkin memilih impor langsung, merugikan industri lokal.

Heru Sutadi, pengamat ekonomi digital, menambahkan bahwa mengurangi TKDN dapat memperparah ketergantungan Indonesia pada impor komponen. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa 80% komponen elektronik di Indonesia masih diimpor. Sebagai solusi, Heru menyarankan peningkatan TKDN dengan fokus pada pengembangan inovasi, bukan sekadar perakitan.

Kesimpulan

Kebijakan TKDN yang lebih fleksibel diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri nasional di tengah persaingan global. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap industri lokal agar tidak justru melemahkan perekonomian dalam negeri. Alternatif seperti pemberian insentif dan penguatan inovasi komponen lokal bisa menjadi solusi yang lebih berkelanjutan.

TAGGED:
Share This Article