Perang dagang yang dilancarkan Presiden Donald Trump kini tampaknya hanya berpusat pada satu negara: China.
Hal ini semakin jelas dalam 24 jam terakhir, ketika Trump memutuskan untuk menangguhkan rencana penambahan tarif “resiprokal” terhadap negara-negara lain — kecuali China, yang merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Hari ini, Gedung Putih mengonfirmasi bahwa tarif dasar terhadap China sebenarnya mencapai 145%, lebih tinggi dari angka sebelumnya yang dilaporkan sebesar 125%. Trump sendiri sempat menyiratkan angka tersebut melalui media sosial.
Angka tersebut terungkap secara resmi setelah teks perintah eksekutif Trump yang mengubah tarif resiprokal dirilis pada Kamis pagi. Kebingungan soal angka tarif muncul karena adanya dua tarif tambahan sebesar 20% yang diberlakukan terhadap China sejak Februari dan Maret lalu, terkait isu fentanyl dan imigrasi ilegal.
Dalam dokumen tersebut, dijelaskan bahwa Tarif Terharmonisasi Amerika Serikat telah diubah untuk menaikkan tarif dasar menjadi 125%, sementara dua tarif tambahan lainnya tetap berlaku. Jika digabung, total tarif yang dikenakan terhadap impor dari China kini mencapai setidaknya 145%.
CNBC menjadi pihak pertama yang menyadari adanya perbedaan angka ini, dan seorang pejabat Gedung Putih kemudian mengonfirmasi perhitungannya kepada Yahoo Finance.
Sementara itu, tarif dasar sebesar 10% terhadap hampir semua negara lain di dunia tetap diberlakukan seperti yang telah dimulai akhir pekan lalu.
China Jadi Sorotan Utama Trump
Klarifikasi soal tarif terhadap China ini memperjelas bahwa fokus pemerintahan Trump dalam beberapa minggu terakhir semakin tertuju ke negara tersebut. Sebelumnya, langkah-langkah perdagangan awal Trump lebih banyak diarahkan ke negara tetangga seperti Kanada dan Meksiko.
Kini, China kembali menjadi perhatian utama Presiden Trump, seperti yang sering terjadi di masa jabatan pertamanya.
“China: Itu yang paling besar,” ujar Trump pada Rabu sore. Pernyataan ini juga diamini oleh jajaran pemerintahannya, termasuk Menteri Keuangan Scott Bessent yang menyebut China sebagai “sumber utama masalah perdagangan AS.”
Bessent sempat menyebut angka 125% dalam komentarnya, sebelum klarifikasi lebih lanjut mengungkap bahwa tarif aktual mencapai 145%.
Selama kampanyenya dulu, Trump sering menyampaikan rencana untuk mengenakan tarif global sebesar 10% dan tarif khusus 60% terhadap China. Kini, ia telah memenuhi janji tarif global tersebut dan bahkan melampaui target awal terhadap China dengan menetapkan tarif dasar 145%.
Strategi ini juga tercermin dari pendekatan diplomatik, di mana pemerintahan Trump mulai menggandeng negara-negara tetangga dan pesaing China — seperti Korea Selatan, Jepang, India, dan Vietnam — untuk membangun kerja sama lebih intensif, diduga sebagai upaya mengisolasi China.
Langkah mengejutkan terjadi pada Rabu ketika Trump mengumumkan penundaan selama 90 hari terhadap rencana tarif resiprokal untuk semua negara — kecuali China. Ia menyebut keputusan ini diambil karena masyarakat mulai “ribut” dan “ketakutan.”
Indeks S&P 500 (^GSPC) melonjak lebih dari 9,5%, mencetak kenaikan harian tertinggi sejak 2008. Namun, pasar kembali menurun pada Kamis ketika ketegangan terhadap China kembali menjadi fokus.
Trump mengaku bahwa keputusan tersebut dibuat pada Rabu pagi setelah beberapa hari mempertimbangkannya. Ia menambahkan bahwa tarif terhadap China dinaikkan karena negara itu “tidak menunjukkan rasa hormat.”
Pekan Penuh Gejolak Tarif
Sementara itu, produk-produk lain dari China diperkirakan akan menghadapi tarif yang lebih tinggi dalam beberapa minggu ke depan jika kebijakan ini tetap berjalan. Hal ini berkaitan dengan tarif sektor-sektor tertentu yang sudah diterapkan sejak masa jabatan pertama Trump dan diperkuat di era pemerintahan Biden.
Menurut estimasi Peterson Institute, tarif rata-rata AS terhadap produk China telah mencapai 20,8% saat Trump kembali menjabat awal tahun ini, dan angka ini belum mengalami perubahan sejak saat itu.
Meski begitu, perintah eksekutif baru ini memang mencakup beberapa pengecualian sektor tertentu yang akan mendapat tarif lebih rendah, namun sebagian besar sudah diumumkan Trump sebelumnya atau masuk dalam janji kampanyenya.
Dokumen yang dirilis hari Kamis juga menegaskan bahwa tarif baru mulai berlaku pada hari yang sama, dan masa penundaan 90 hari akan berlangsung hingga pukul 12:01 pagi waktu timur AS, tanggal 9 Juli 2025.
Terkait apa yang akan terjadi dalam rentang waktu tersebut, analis dari Pangaea Policy, Terry Haines, menyatakan dalam wawancara langsung di Yahoo Finance bahwa langkah Trump ini kemungkinan besar bertujuan untuk “memaksa China ke meja perundingan,” meskipun ia pesimistis akan hasil yang dicapai.
“Secara realistis, 90 hari ke depan akan diisi dengan negosiasi berkelanjutan,” ujarnya. “Kemungkinan besar hanya akan ada adu argumen terus-menerus dengan China, mungkin tanpa hasil nyata.”