Harga emas berhasil menembus level psikologis US$3.200 per ons troy untuk pertama kalinya dalam sejarah, mencapai rekor tertinggi baru pada perdagangan hari ini. Kenaikan ini dipicu oleh melemahnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) serta meningkatnya ketegangan perang dagang, yang mendorong investor beralih ke aset safe haven.
Pada Jumat (11/4) pukul 10.15 WIB, harga emas spot melesat 1,3% menjadi US$3.216,48 per ons troy. Sebelumnya, emas sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di US$3.219,73 per ons troy di awal sesi, dengan kenaikan lebih dari 5% dalam sepekan terakhir. Sementara itu, harga emas berjangka untuk kontrak pengiriman Juni 2025 naik 1,9% menjadi US$3.236 per ons troy.
Dolar AS Melemah, Investor Beralih ke Emas
Ilya Spivak, Kepala Makro Global di Tastylive, menyatakan bahwa pelemahan dolar AS menjadi faktor utama penguatan harga emas saat ini. “Ini mencerminkan pergeseran besar-besaran dari aset berbasis dolar AS, termasuk penjualan saham dan obligasi, di tengah ketidakpastian kebijakan tarif,” ujarnya.
Melemahnya dolar AS membuat emas—yang diperdagangkan dalam mata uang tersebut—menjadi lebih terjangkau bagi pembeli dari luar negeri. Selain itu, indeks saham utama global juga terkoreksi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif impor produk China menjadi 145%, meski memberikan tenggat waktu 90 hari untuk kebijakan serupa terhadap puluhan negara lainnya.
China pun membalas dengan menaikkan tarifnya sendiri, memicu kekhawatiran bahwa Beijing bisa mendorong tarif atas produk AS melebihi level saat ini yang mencapai 84%.
Prospek Harga Emas ke Depan
Kyle Rodda, Analis Pasar Keuangan di Capital.com, memperkirakan bahwa level US$3.500 per ons troy mungkin menjadi target berikutnya. “Namun, pencapaian level itu tidak akan mudah dan mungkin menghadapi koreksi di tengah jalan,” jelasnya.
Selain ketegangan perdagangan, beberapa faktor lain turut mendorong kenaikan harga emas tahun ini, di antaranya:
- Permintaan dari bank sentral yang terus meningkat.
- Ekspektasi pemotongan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed).
- Ketidakstabilan geopolitik di Timur Tengah dan Eropa.
- Aliran dana masuk ke reksa dana berbasis emas (ETF).
Data terbaru menunjukkan bahwa inflasi AS mengalami penurunan tak terduga pada Maret lalu, tetapi risiko kenaikan harga tetap ada. Pasar kini memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga pada Juni mendatang dan berpotensi menurunkan suku bunga hingga 1% pada akhir 2025.