Harga emas yang terus meroket menjadi angin segar bagi perusahaan tambang emas, termasuk PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS), yang bekerja sama dengan Grup Bakrie dan Grup Salim. Berdasarkan data Bloomberg, harga emas dunia mencapai rekor baru pada Jumat (11/4/2025), melonjak 2,1% ke level US$3.244,15 per ons. Kenaikan ini memecahkan rekor sebelumnya dan mencatatkan kenaikan mingguan lebih dari 6%.
Dampak Harga Emas pada Valuasi dan Pendapatan Perusahaan
Kenaikan harga emas menjadi faktor penting yang memengaruhi pendapatan dan valuasi emiten tambang. Namun, di tengah sentimen positif ini, BlackRock Inc. justru mengurangi kepemilikan sahamnya di BRMS sebesar 99,4 juta lembar pada kuartal II/2025. Meski demikian, kepemilikan BlackRock masih tersisa sekitar 1,01 miliar lembar.
Saham BRMS sendiri ditutup menguat 16% di level Rp348 per lembar pada penutupan perdagangan Jumat (11/4/2025). Analis Maybank Sekuritas Indonesia, Hasan Barakwan, memberikan rekomendasi “buy” dengan target harga Rp480 per lembar. Ia menyatakan, “Tren kenaikan harga emas memperkuat prospek positif BRMS, karena akan memberikan dukungan kuat terhadap laba di masa depan.”
Kinerja Keuangan BRMS Tunjukkan Pertumbuhan Pesat
Laporan keuangan BRMS menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Pendapatan perusahaan pada 2024 mencapai US$162,34 juta, melonjak 248,10% dibandingkan tahun sebelumnya (US$46,63 juta). Sebagian besar pendapatan berasal dari penjualan emas (US$158,74 juta), yang naik 251,14% dibandingkan 2023.
PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) menjadi pembeli utama emas BRMS dengan transaksi senilai US$138,65 juta, menyumbang 87,34% dari total penjualan emas. Selain itu, penjualan perak juga meningkat menjadi US$3,60 juta dari sebelumnya hanya US$430.423 pada 2023.
Di sisi beban operasional, biaya produksi BRMS meningkat menjadi US$82,67 juta, terutama akibat kenaikan biaya tambang dan royalti pemerintah. Namun, laba kotor tetap tumbuh 203,41% menjadi US$79,66 juta. Setelah dikurangi pajak dan beban lainnya, laba bersih yang diatribusikan kepada pemegang saham mencapai US$24,40 juta.
Total aset BRMS mencapai US$1,15 miliar, naik 4,53% dari tahun sebelumnya, didorong oleh peningkatan liabilitas dan ekuitas. Arus kas operasional juga membaik, dengan kas dan setara kas mencapai US$11,80 juta pada akhir 2024.
Ekspansi dan Proyeksi Produksi di Masa Depan
Charles Gobel, Direktur & CFO BRMS, mengungkapkan bahwa peningkatan kinerja keuangan dipicu oleh produksi emas yang lebih tinggi serta harga jual yang menguntungkan. Pada 2024, produksi emas BRMS mencapai lebih dari 64.983 ons, meningkat pesat dari 23.270 ons di tahun sebelumnya.
Herwin Hidayat, Direktur & Chief Investor Relations BRMS, menargetkan produksi emas pada 2025 melebihi 75.000 ons. Selain itu, perusahaan sedang mengembangkan tambang bawah tanah di Poboya, Palu, yang diperkirakan mulai beroperasi pada semester II/2027 dengan kadar emas di atas 3,5 gram per ton.
Agus Projosasmito, Direktur Utama BRMS, menambahkan bahwa perusahaan telah memperluas kerja sama dengan PT Macmahon Indonesia untuk penambangan terbuka dan bawah tanah.
“Kami berharap metode penambangan bawah tanah dapat meningkatkan produksi dengan kadar emas lebih tinggi mulai 2027,” ujarnya.
Dengan berbagai langkah ekspansi dan dukungan harga emas yang kuat, BRMS diproyeksikan terus menunjukkan pertumbuhan positif dalam beberapa tahun ke depan.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi investasi.