Rupiah Terus Tertekan, Apakah Indofood Masih Cuan?

4 Min Read

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP), pemain utama dalam industri mi instan di Indonesia, terus memperkuat posisinya baik di pasar dalam negeri maupun mancanegara. Meski rupiah terus melemah mendekati angka Rp17.000 per dolar AS dan menjadi perhatian pelaku pasar, ICBP tetap menunjukkan sikap optimistis terhadap prospek bisnisnya.

Kondisi nilai tukar rupiah yang lesu meningkatkan kekhawatiran bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam denominasi dolar AS. ICBP, bagian dari grup konglomerasi milik Anthony Salim, tidak luput dari dampak potensi penurunan laba akibat beban utang asing yang tinggi. Perusahaan diketahui memiliki laba dalam mata uang asing sekitar Rp27 triliun, sehingga fluktuasi kurs menjadi risiko tersendiri.

Menurut riset dari analis Sinarmas Sekuritas, Vita Lestari, perubahan kurs hingga 10% dapat berdampak sekitar Rp2,7 triliun terhadap laba sebelum pajak ICBP pada akhir 2024, dengan asumsi faktor lainnya tetap konstan. “Risiko depresiasi rupiah yang terus berlanjut bisa menekan profitabilitas ICBP pada tahun 2025,” tulisnya dalam laporan yang dirilis Jumat (11/4/2025).

Sinarmas memproyeksikan laba bersih ICBP untuk 2025 akan turun menjadi Rp8,29 triliun—turun sekitar 23% dari estimasi sebelumnya sebesar Rp10,79 triliun. Namun, pada 2026, laba diperkirakan kembali meningkat menjadi Rp9,54 triliun.

Kendati demikian, pertumbuhan laba inti masih diperkirakan bisa mencapai dua digit secara tahunan (YoY) di tahun fiskal 2025. Hal ini didorong oleh kenaikan harga produk mi instan yang dilakukan pada kuartal I/2025—kenaikan pertama dalam dua setengah tahun terakhir. Selain itu, ekspansi bisnis melalui pembangunan pabrik baru pada semester kedua tahun ini turut memperkuat keyakinan investor.

“Kami melihat ICBP berada di posisi strategis untuk memanfaatkan kondisi pasar yang lesu dengan memperkuat penetrasi Pinehill di kawasan Afrika dan Timur Tengah,” lanjut Vita. Sinarmas pun merevisi rekomendasi saham ICBP dari “add” menjadi “buy” dengan target harga Rp11.750 per saham.

Selama 2024, penjualan mi instan menjadi tulang punggung bisnis ICBP. Volume penjualan meningkat 8% YoY, dengan pasar domestik dan ekspor masing-masing tumbuh 6% dan 10%. Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian, total pendapatan bersih mencapai Rp72,59 triliun—naik 6,90% dibanding tahun sebelumnya.

Dari total penjualan tersebut, mi instan menyumbang Rp53,87 triliun, meningkat dari Rp50,43 triliun pada 2023. Produk lainnya seperti susu (Rp9,66 triliun), makanan ringan (Rp4,53 triliun), bumbu (Rp4,3 triliun), makanan khusus dan nutrisi (Rp1,35 triliun), serta minuman (Rp1,67 triliun) juga menunjukkan pertumbuhan positif.

Meski mencatatkan kinerja penjualan yang solid, ICBP mengalami kerugian bersih sebesar Rp1 triliun pada kuartal IV/2024, anjlok dari laba Rp4,6 triliun di kuartal sebelumnya.

Sementara itu, Maybank Sekuritas Indonesia dalam risetnya yang dirilis 7 April 2025, menilai kekuatan ICBP masih sangat bertumpu pada dominasi pangsa pasar mi instannya yang kini mencapai 75% di dalam negeri. Meski margin bisa lebih ketat, ekspansi volume berpotensi lebih cepat berkat strategi diversifikasi dan inovasi produk.

ICBP juga diketahui telah meluncurkan lebih dari 40 produk baru dan memperluas kapasitas produksi melalui pembangunan pabrik baru. Namun, saham perusahaan sempat melemah 12,75% sepanjang tahun berjalan akibat tekanan global, termasuk sentimen negatif dari kebijakan tarif yang dilontarkan Donald Trump.

Meski begitu, saham ICBP tetap menarik bagi investor institusi besar. Vanguard Group Inc. menambah kepemilikan sahamnya sebesar 1,61 juta lembar menjadi 95,46 juta saham dengan harga rata-rata Rp7.477,64 per saham. Tak ketinggalan, Blackrock Inc. juga meningkatkan kepemilikannya sebanyak 4,49 juta saham menjadi 69,18 juta lembar dengan harga rata-rata Rp7.827,40.

Share This Article