Harga Nikel Terjun Bebas, Pengusaha Tolak Kenaikan Royalti

3 Min Read

Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) menyuarakan penolakannya terhadap rencana penerapan kenaikan tarif royalti untuk sektor mineral dan batu bara (minerba) yang dijadwalkan berlaku pada April 2025. Kenaikan tarif ini akan berlaku untuk sejumlah komoditas seperti batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah, dengan kisaran kenaikan antara 1% hingga 3%. Tarif tersebut akan mengikuti fluktuasi harga pasar global.

Ketua Umum FINI, Alexander Barus, menekankan pentingnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap rencana ini, khususnya terhadap komoditas nikel. Menurutnya, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menaikkan royalti, mengingat harga nikel global sedang mengalami penurunan tajam akibat situasi geopolitik dan tensi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Ia juga menyoroti sejumlah beban yang tengah dihadapi industri nikel nasional, termasuk meningkatnya biaya operasional akibat kebijakan dalam negeri seperti kenaikan UMR, penerapan bahan bakar B40, kewajiban retensi devisa hasil ekspor, serta rencana pemberlakuan pajak minimum global yang akan dimulai tahun depan.

“Penyesuaian kebijakan fiskal seperti royalti sebaiknya mempertimbangkan dinamika pasar saat ini, di mana harga nikel sedang merosot tajam. Jangan sampai kebijakan ini justru menekan industri yang sedang berjuang mempertahankan proses hilirisasi,” ujarnya dalam keterangan resmi yang disampaikan Sabtu (12/4/2025).

Alexander memaparkan bahwa harga nikel dunia turun 16% hanya dalam waktu sebulan dan menyusut 23% dalam enam bulan terakhir, kini berada di angka US$13.800 per ton—terendah sejak tahun 2020. Ia menilai penurunan ini disebabkan perlambatan ekonomi global serta ketegangan geopolitik yang menekan permintaan nikel secara signifikan.

Ia kembali menegaskan bahwa kebijakan fiskal harus disesuaikan dengan kondisi pasar agar tidak memberatkan pelaku usaha di tengah upaya melanjutkan program hilirisasi. “Kami sepenuhnya mendukung visi Presiden Prabowo dalam mendorong industrialisasi dan kemandirian ekonomi, namun kami berharap pemerintah mengedepankan kebijakan yang fleksibel dan mendukung keberlangsungan industri strategis nasional,” tutupnya.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, telah memastikan bahwa penyesuaian tarif royalti minerba akan resmi diberlakukan mulai April 2025. Revisi regulasi terkait telah selesai, mencakup PP Nomor 26 Tahun 2022 yang mengatur tarif PNBP untuk sektor ESDM, serta PP Nomor 15 Tahun 2022 mengenai perpajakan dan PNBP dalam industri pertambangan batu bara.

“Mulai bulan ini sudah berlaku. Kemungkinan efektif di minggu kedua April dan sudah mulai disosialisasikan,” jelas Bahlil dalam pernyataan resminya pada Rabu (9/4/2025).

Ia menyebutkan bahwa kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor non-pajak. Meski demikian, Bahlil mengakui bahwa perhitungan rinci terkait potensi tambahan pemasukan negara belum diselesaikan.

Menurutnya, kenaikan harga komoditas memberikan keuntungan kepada pelaku usaha, sehingga negara juga layak mendapatkan manfaat tambahan. “Kalau harga naik, perusahaan pasti untung. Masa negara tidak kebagian? Kita ingin ada keseimbangan—pengusaha untung, negara juga mendapat bagiannya,” tegasnya.

Share This Article