Perusahaan rintisan asal Indonesia, PT Fore Kopi Indonesia, resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Langkah berani ini menandai sinyal kepercayaan baru di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Saham Fore (kode saham: FORE) langsung melonjak 34% saat perdagangan perdana, dari harga penawaran awal sebesar Rp188 per saham.
Langkah Fore Kopi masuk ke pasar modal dinilai sebagai dorongan semangat bagi ekosistem startup Tanah Air, terutama setelah sektor teknologi diterpa badai tech winter. Komisaris Fore yang juga mitra pengelola East Ventures, Willson Cuaca, menyebut keputusan perusahaan untuk tetap melaju dengan IPO di tengah volatilitas global adalah langkah tepat.
“Keputusan untuk melantai di bursa pada saat seperti ini terbukti memberikan hasil positif,” ujarnya, Senin (14/4/2025).
East Ventures merupakan investor utama Fore dan turut andil dalam membesarkan jaringan kedai kopi yang terkenal dengan inovasi minuman manisnya, seperti pandan latte, yang sangat digemari anak muda.
Setelah debut di BEI, valuasi Fore Kopi kini menyentuh angka fantastis, yaitu Rp2,25 triliun. Di tengah perlambatan konsumsi domestik yang telah berlangsung selama lima kuartal berturut-turut, langkah Fore menjadi titik terang.
Menurut data Bloomberg, hingga April 2025, total dana yang berhasil dihimpun dari aksi IPO di Indonesia mencapai US$388 juta — tumbuh 72% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Managing Partner East Ventures, Roderick Purwana, optimistis bahwa pendanaan startup akan membaik pada 2025, meski tidak langsung melonjak drastis. Ia menegaskan bahwa fokus pendanaan akan beralih ke pertumbuhan berkelanjutan dan penguatan produk inti.
“Yang pasti, kami tetap berinvestasi di startup yang fokus dan berpotensi besar,” katanya.
Sementara itu, kesuksesan IPO Fore mengingatkan pada lonjakan saham Mixue di Bursa Hong Kong. Perusahaan asal Tiongkok yang dikenal dengan produk bubble tea dan es krim ini meraih dana segar senilai HK$3,45 miliar (sekitar US$444 juta).
Saham Mixue bahkan melonjak hingga 38% pada hari pertama perdagangan. Antusiasme tinggi dari investor retail menjadi dorongan utama sukses IPO tersebut.
Menurut Bloomberg Intelligence, pasar IPO Hong Kong diperkirakan akan menggeliat dengan total nilai mencapai US$22 miliar pada 2025. Popularitas produk konsumen cepat saji seperti Mixue menunjukkan bahwa brand yang mampu menembus pasar massal memiliki potensi luar biasa.
Di Indonesia sendiri, potensi sektor teknologi untuk go public masih terbuka lebar. Sepanjang 2024, sebanyak 41 perusahaan berhasil mencatatkan saham di BEI, dengan total penghimpunan dana mencapai Rp14,35 triliun. Meskipun mayoritas berasal dari sektor konsumer dan energi, sektor teknologi diperkirakan akan menyusul.
Elsha Eliasa Kwee, Country Director Genesia Ventures, menyatakan bahwa dengan membaiknya sentimen pasar dan peningkatan valuasi perusahaan teknologi, setidaknya akan ada satu IPO dari sektor tersebut dalam waktu dekat.
Namun, ia menggarisbawahi pentingnya fokus perusahaan pada profitabilitas, arus kas sehat, serta tata kelola perusahaan yang baik untuk menarik minat investor.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, juga menyatakan bahwa penurunan suku bunga acuan The Fed dan Bank Indonesia membuka peluang bagi lebih banyak startup untuk melantai di bursa.
“Timing terbaik untuk IPO sangat tergantung pada kesiapan dan strategi masing-masing perusahaan,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa pada akhirnya, investor harus kembali menilai fundamental perusahaan sebelum mengambil keputusan investasi.