Saham emiten emas di Bursa Efek Indonesia mencatat kinerja yang bervariasi di tengah tren bullish harga emas dunia. Hingga penutupan perdagangan Selasa (15/4/2025), tercatat empat emiten emas yang berhasil bertahan di zona hijau, yaitu PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN), PT United Tractors Tbk. (UNTR), dan PT Wilton Makmur Indonesia Tbk. (SQMI).
Sebaliknya, sejumlah saham logam mulia lainnya justru terkoreksi. Di antaranya adalah PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI), PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS), PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA), serta PT J Resources Asia Pasifik Tbk. (PSAB).
Dari seluruh emiten tersebut, saham ANTM menjadi perhatian pasar. Menurut Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, saham ANTM telah menyentuh seluruh target harga rekomendasi sebelumnya. Sayangnya, banyak investor baru justru masuk ketika harga sudah tinggi. “Contoh kasusnya pada ANTM, investor malah masuk di pucuk setelah target harga tercapai,” jelas Nafan. Saham ANTM ditutup menguat di level Rp1.860 per saham, mencatat lonjakan 31,45% dalam sepekan.
Berbeda dengan ANTM, MDKA dinilai masih dalam fase downtrend. Kinerja fundamental yang melemah membuat saham ini kurang diminati. MDKA membukukan rugi tahun berjalan senilai US$55,76 juta sepanjang 2024, meningkat dari kerugian tahun sebelumnya sebesar US$20,65 juta, meskipun pendapatan naik 31,18% menjadi US$2,23 miliar.
Saham lain seperti HRTA dan PSAB juga dinilai belum menunjukkan performa yang kuat. Adapun BRMS yang sempat mencetak all-time high, kini berada dalam fase koreksi menurut analisis gelombang Elliott.
Meski demikian, dari sisi fundamental, BRMS mencatat pertumbuhan yang sangat solid. Pendapatan BRMS naik signifikan menjadi US$162,34 juta atau tumbuh 248,10% secara tahunan, terutama dari penjualan emas dan perak. Penjualan emas mencapai US$158,74 juta, naik lebih dari 250%, dengan porsi terbesar dijual ke HRTA sebesar US$138,65 juta (87,34% dari total penjualan emas BRMS). Penjualan perak juga melonjak menjadi US$3,60 juta dari sebelumnya hanya US$430.423.
Seiring kenaikan pendapatan, beban pokok BRMS juga meningkat menjadi US$82,67 juta. Biaya penambangan mendominasi dengan lonjakan menjadi US$59,49 juta. Laba kotor BRMS naik menjadi US$79,66 juta, dengan laba bersih tahun berjalan tercatat US$24,40 juta.
Produksi emas BRMS juga naik dari 724 kg (23.270 oz) pada 2023 menjadi lebih dari 64.983 oz pada 2024. Direktur & Chief Investor Relations BRMS, Herwin Hidayat, menargetkan produksi mencapai lebih dari 75.000 oz pada 2025. Ekspansi juga dilakukan ke tambang bawah tanah Poboya yang ditargetkan mulai berproduksi pada semester II/2027 dengan kadar emas di atas 3,5 g/t.
Direktur Utama BRMS, Agus Projosasmito, menyebut kerja sama dengan PT Macmahon Indonesia telah diperluas untuk mencakup jasa tambang terbuka dan bawah tanah. “Kami berharap metode tambang bawah tanah yang dikembangkan sejak awal 2025 dapat mulai menghasilkan emas berkadar tinggi pada 2027,” jelasnya.
Catatan JP Morgan untuk Saham ANTM
Dalam riset yang dirilis 9 April 2025, JP Morgan menilai kinerja ANTM solid, terutama dari segmen emas yang didorong oleh kenaikan volume dan harga jual rata-rata (average selling price/ASP). Sementara kenaikan ASP pada produk feronikel menjadi kejutan positif, margin bisnis nikel tertekan akibat biaya tunai yang meningkat.
ANTM mencatat rekor penjualan emas sepanjang 2024 sebesar 43.776 kg (1.407.431 troy ons), meningkat 68% dibandingkan 2023. Namun, produksi justru turun menjadi 1.019 kg. Di sisi lain, penjualan feronikel turun 3,4% YoY menjadi 19.452 TNi.
Laporan keuangan mencatat pendapatan ANTM mencapai Rp69,19 triliun, tumbuh 68,56% YoY dan mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Laba bersih tumbuh 18,5% menjadi Rp3,64 triliun. JP Morgan menyatakan bahwa saham ANTM saat ini diperdagangkan pada valuasi menarik sekitar 7x estimasi laba 2025, menjadikannya saham pilihan utama di sektor logam mulia.
“Momentum akumulasi saham ANTM kini sangat menjanjikan, terutama di tengah penguatan harga emas dan prospek produksi yang menjanjikan,” tutup laporan tersebut.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi investasi.