PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) mengumumkan rencana pembagian dividen tunai untuk tahun buku 2024 dengan total nilai mencapai Rp233,38 miliar. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada Kamis, 10 April 2025.
Dividen yang dibagikan setara dengan 50% dari laba bersih tahun 2024 yang tercatat sebesar Rp467,1 miliar. Sisa dari laba bersih sebesar Rp233,72 miliar akan dialokasikan sebagai laba ditahan, sementara Rp2,78 juta disisihkan sebagai dana cadangan.
Berdasarkan informasi resmi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai dividen yang akan diterima pemegang saham adalah Rp10,74 per saham.
Manajemen BBHI menyatakan bahwa perbaikan kinerja operasional menjadi faktor utama peningkatan laba. Direktur Utama Allo Bank, Indra Utoyo, mengungkapkan bahwa pada akhir 2024, jumlah pelanggan mencapai 11 juta dengan volume transaksi yang terus tumbuh. Hal ini mendorong pencapaian positif di berbagai indikator keuangan dan operasional.
Salah satu pihak yang akan mendapat keuntungan signifikan dari aksi korporasi ini adalah PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA). Berdasarkan data BEI, Bukalapak memiliki 11,49% saham BBHI atau sekitar 2,5 miliar lembar. Dengan demikian, perusahaan teknologi ini berpotensi mengantongi dividen sebesar Rp26,82 miliar dari Allo Bank.
Investasi Bukalapak di BBHI dimulai pada awal 2022 melalui mekanisme rights issue, dengan nilai investasi mencapai Rp1,19 triliun atau Rp478 per saham. Meski memiliki porsi saham yang signifikan, BUKA tidak memiliki hak untuk mengatur kebijakan strategis Allo Bank karena kepemilikannya berada di bawah 15%.
Di sisi lain, kinerja keuangan Bukalapak pada 2024 menunjukkan peningkatan pendapatan sebesar 0,50% secara tahunan (YoY) menjadi Rp4,46 triliun. Pendapatan ini terdiri dari kontribusi marketplace sebesar Rp2,23 triliun dan layanan online to offline sebesar Rp2,07 triliun. Namun, beban pokok pendapatan naik 10,51% menjadi Rp3,73 triliun.
Meski mencatat kenaikan pada beban pokok, BUKA berhasil menurunkan biaya pemasaran hingga 36,65% menjadi Rp328,4 miliar. Dari sisi EBITDA yang disesuaikan, Bukalapak mencatat perbaikan 28% YoY, dari minus Rp475 miliar pada 2023 menjadi minus Rp340 miliar pada 2024.
Namun demikian, perusahaan masih menanggung rugi usaha sebesar Rp2,51 triliun, meningkat 18,02% dibandingkan tahun sebelumnya. Rugi bersih pun ikut terkerek menjadi Rp1,54 triliun, naik 13,28% dari 2023 yang sebesar Rp1,36 triliun.
Di tengah tekanan kinerja, Bukalapak tetap melanjutkan aksi buyback saham. Perusahaan telah menggunakan dana Rp31,52 miliar untuk membeli kembali 220 juta lembar saham pada 26 Maret 2025, dengan harga rata-rata Rp143 per saham.
Dana tersisa untuk buyback masih cukup besar, yakni sebesar Rp1,86 triliun, dari total alokasi Rp1,9 triliun yang direncanakan berlangsung hingga 25 Juni 2025.
“Pelaksanaan buyback ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas dalam mengelola struktur permodalan sekaligus mencerminkan fundamental perusahaan melalui harga saham,” ujar manajemen BUKA dalam keterbukaan informasi pada 2 April 2025.
Sementara itu, pergerakan saham BUKA pada perdagangan Selasa, 15 April 2025 tercatat stagnan di level Rp131 per saham. Sepanjang tahun berjalan, saham BUKA telah menguat sebesar 4,8%.