Harga Emas Antam Tembus Rekor Tertinggi, Makin Cuan dari SBN dan Obligasi?

4 Min Read

Di tengah ketidakpastian global akibat tensi perang dagang yang belum mereda, emas kembali menjadi buruan utama para investor. Mereka mencari alternatif aset yang dianggap paling cuan dan aman, bersaing ketat dengan surat utang negara (SBN) dan obligasi korporasi.

Per Rabu, 16 April 2025, harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) melonjak ke level tertingginya dalam sejarah. Harga emas ukuran 1 gram dipatok di angka Rp1.916.000, naik Rp20.000 dibandingkan hari sebelumnya.

Mengutip laman resmi Logam Mulia Antam, harga terendah ditawarkan untuk emas 0,5 gram di angka Rp1.008.000, mengalami kenaikan sebesar Rp10.000. Sementara itu, emas 5 gram dijual seharga Rp9.355.000, dan ukuran 10 gram dibanderol Rp18.655.000.

Untuk investor skala besar, tersedia emas ukuran 25 gram dengan harga Rp46.512.000, 50 gram senilai Rp92.945.000, dan 100 gram mencapai Rp185.812.000. Emas berukuran jumbo seperti 500 gram dan 1.000 gram masing-masing dihargai Rp928.320.000 dan Rp1.856.600.000.

Adapun harga buyback (pembelian kembali oleh Antam) juga mengalami kenaikan, kini dipatok di level Rp1.765.000 per gram, naik Rp20.000 dari perdagangan sebelumnya.


Surat Utang dan SBN: Masih Menggoda di Tengah Dinamika Global

Sementara emas terus memikat investor ritel, kinerja surat utang negara juga menunjukkan penguatan. Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun—indikator persepsi risiko keuangan negara—berada di angka 109,5 pada perdagangan siang hari ini. Meski lebih tinggi dibanding kemarin, posisi ini masih lebih baik dibanding pekan lalu yang sempat menembus 130.

Rendahnya angka CDS mencerminkan keyakinan investor terhadap stabilitas ekonomi nasional. Ini juga tercermin dari pergerakan Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang tumbuh 0,14% pada perdagangan sebelumnya, ditopang oleh penguatan surat utang pemerintah.

Imbal hasil (yield) untuk Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun juga membaik, bergerak di kisaran 6,93%, lebih rendah dibanding pekan lalu yang sempat menyentuh angka 7%. Kembalinya investor asing turut menjadi pemicu penguatan pasar obligasi.

Dalam lelang Sukuk Negara terbaru, pemerintah berhasil menghimpun dana sebesar Rp12 triliun dari total penawaran masuk sebesar Rp36,13 triliun, melampaui target awal Rp10 triliun. Investor asing berkontribusi sebesar Rp2,21 triliun atau sekitar 18,4% dari total yang dimenangkan.


Prospek Obligasi 2025: Masih Menarik, Tapi Waspadai Tekanan Yield

Kepala Divisi Riset PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Suhindarto, menyatakan bahwa pasar obligasi pemerintah masih menjadi pilihan utama investor, terutama bagi investor domestik yang cenderung konservatif seperti dana pensiun dan asuransi.

Ia juga menyoroti dampak penundaan kebijakan tarif oleh pemerintah AS sebagai faktor yang mendorong masuknya kembali investor asing ke pasar obligasi Indonesia.

Di sisi lain, pasar obligasi korporasi juga menunjukkan geliat. Hingga akhir Maret 2025, nilai emisi surat utang korporasi tercatat Rp46,75 triliun, naik signifikan 77,4% dibanding periode sama tahun lalu. Kebutuhan refinancing tinggi menjadi pendorong utama, dengan total surat utang jatuh tempo tahun ini mencapai Rp161,21 triliun.

Namun, peningkatan suplai SUN akibat defisit anggaran berpotensi memberikan tekanan terhadap imbal hasil. Pefindo memperkirakan total penerbitan surat utang korporasi pada 2025 bisa mencapai kisaran Rp139,29 triliun hingga Rp155,43 triliun.

Sektor multifinance dan perbankan diprediksi menjadi penyumbang utama penerbitan surat utang, masing-masing mencatat nilai mandat pemeringkatan Rp14,8 triliun dan Rp12,6 triliun.

Kondisi pasar saat ini menunjukkan bahwa baik emas maupun obligasi memiliki daya tarik masing-masing. Emas menjadi pelindung nilai di tengah ketidakpastian, sementara obligasi—terutama SUN—masih menawarkan imbal hasil menarik dengan risiko relatif rendah.

Share This Article