Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2023–2028, Muhammad Edhie Purnawan, menilai Indonesia perlu memperkuat kemitraan perdagangan dengan negara-negara anggota BRICS dan Uni Eropa untuk mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).
Hal tersebut ia sampaikan dalam Forum Group Discussion bertajuk Meracik Portofolio Investasi di Tengah Ketidakpastian Tarif Trump, yang digelar di Kantor B-Universe, Jakarta, Kamis (17/4/2025).
“Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara menghadapi tantangan cukup besar dengan adanya tarif 32 persen,” ujar Edhie.
Menurutnya, langkah awal Pemerintah Indonesia melalui jalur diplomasi dan negosiasi dengan pemerintah AS merupakan tindakan yang tepat. Namun, ia menekankan agar proses negosiasi dilakukan secara cermat dan strategis untuk menghindari dampak ekonomi yang lebih luas.
Edhie menyarankan pemerintah agar lebih jeli dalam melihat potensi pasar alternatif yang dapat dimaksimalkan guna mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional. Ia menyoroti pentingnya mempererat kerja sama dengan kawasan seperti Uni Eropa, BRICS, serta negara-negara di kawasan ASEAN.
“Indonesia seharusnya memperkuat posisinya di ASEAN dan BRICS untuk memitigasi dampak kebijakan tarif. Keanggotaan kita di BRICS dapat membuka akses ke pasar alternatif seperti India dan Afrika Selatan,” ungkapnya.
Selain itu, Edhie juga menilai bahwa kerja sama ekonomi regional dengan Uni Eropa sangat potensial dalam mendorong peningkatan ekspor nasional, terutama di tengah tekanan ketidakpastian global yang disebabkan oleh kebijakan proteksionis.