Pemerintah Indonesia tengah aktif melakukan negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS) guna merespons kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump sejak 2 April 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono serta Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka, telah melakukan pertemuan dengan perwakilan US Trade Representative (USTR) dan US Secretary of Commerce untuk membahas langkah-langkah penyelamatan perdagangan bilateral.
Dalam konferensi pers virtual pada Jumat (18/4/2025), Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia kini dikenai tarif impor sebesar 32%, bahkan mencapai 47% untuk komoditas unggulan seperti tekstil dan garmen.
“Pembahasan ini ditujukan untuk mendiskusikan berbagai opsi kerja sama bilateral agar hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS tetap adil dan seimbang,” ujar Airlangga.
Kerangka Negosiasi Disepakati, Kesepakatan Final Masih Digodok
Meski belum ada kesepakatan final, kedua negara telah menyepakati framework atau kerangka acuan negosiasi. Kedua belah pihak menyatakan optimisme untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan dalam waktu dekat.
AS diketahui menuntut agar neraca perdagangan dengan Indonesia lebih berimbang. Hingga Februari 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar US$3,14 miliar terhadap AS, didorong oleh ekspor mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), pakaian rajutan (HS 61), serta alas kaki (HS 64).
Poin-Poin Hasil Pertemuan
1. Konsesi Indonesia
Dalam upaya meredam ketegangan, Indonesia menawarkan berbagai konsesi kepada AS, antara lain:
- Meningkatkan impor energi seperti liquefied petroleum gas (LPG), minyak mentah, dan gas.
- Membeli produk pangan seperti gandum dan kedelai.
- Menambah pembelian barang modal dari AS.
- Mempermudah izin dan insentif bagi perusahaan AS di Indonesia.
- Menawarkan kerja sama dalam pengelolaan critical minerals.
- Mempermudah prosedur impor hortikultura asal AS.
- Mendorong investasi melalui skema business-to-business (B2B).
- Menghapus kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk sektor telekomunikasi dan elektronik, dan menggantinya dengan skema insentif.
- Memperkuat kerja sama pengembangan SDM dalam bidang pendidikan, teknologi, sains, hingga layanan keuangan.
Sumber dari Bisnis menyebutkan bahwa Indonesia juga membuka peluang pembelian pesawat, alat pertahanan, serta pemberian insentif di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bagi perusahaan AS.
2. Permintaan AS
AS menuntut tarif yang lebih berimbang dan juga mengajukan keberatan atas sejumlah Non-Tariff Measures. Indonesia telah menyerahkan dokumen sebagai respons terhadap permintaan tersebut.
3. Tarif Tekstil Capai 47%, Indonesia Minta Perlakuan Setara
Pemerintah menyoroti lonjakan tarif untuk komoditas tekstil dan garmen hingga 47% akibat tambahan bea masuk selama masa negosiasi. Indonesia berharap agar tarif untuk 20 komoditas ekspor unggulan juga diperlakukan setara dan tidak melebihi tarif yang diterima negara pesaing.
4. Target Rampung dalam 60 Hari
Negosiasi dijadwalkan berlangsung selama 60 hari. Pemerintah berharap dalam periode ini, kerangka acuan dapat dikembangkan menjadi kesepakatan konkret.
5. Impor Pangan Tidak Ganggu Swasembada
Airlangga menegaskan bahwa rencana impor pangan dari AS tidak akan mengganggu program swasembada pangan, karena komoditas seperti gandum dan kedelai memang tidak diproduksi dalam jumlah mencukupi di Indonesia.
6. Pemerintah Siapkan Paket Ekonomi Antisipasi Dampak
Pemerintah tengah menyusun paket kebijakan untuk mengantisipasi dampak tarif tinggi, termasuk revisi perizinan impor, pengaturan Online Single Submission (OSS), serta deregulasi pajak dan kepabeanan. Perlindungan juga akan diberikan untuk industri padat karya dan sektor udang yang terkena tarif tinggi. Satgas khusus untuk tenaga kerja dan PHK juga telah dibentuk.
7. Diversifikasi Pasar Ekspor
Untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS yang saat ini menyumbang sekitar 10% dari total ekspor nasional, pemerintah sedang menjajaki pasar alternatif seperti Uni Eropa, Eurasia, dan Australia. Airlangga juga menekankan pentingnya percepatan penyelesaian perjanjian dagang EU CEPA serta dukungan terhadap aksesi Indonesia ke Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP).
“Langkah-langkah ini penting untuk menjaga daya saing, kelangsungan lapangan kerja, serta kinerja ekspor nasional di tengah gejolak ekonomi global,” pungkas Airlangga.