Di tengah memanasnya perang tarif antara Amerika Serikat dan China, Indonesia dinilai memiliki peluang besar untuk mengambil peran strategis dalam rantai pasok global yang kian terfragmentasi. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, dalam Konferensi Pers: Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia–Amerika Serikat, yang akan diselenggarakan secara daring pada Jumat (18/4/2025).
Menurut Mari Elka, ketegangan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut telah memicu pergeseran arus investasi dan produksi global. Indonesia, kata dia, bisa memanfaatkan situasi ini dengan menjadi lokasi alternatif bagi industri yang mencari basis baru produksi, terutama di sektor-sektor padat karya.
“Beberapa sektor seperti garmen, footwear, dan lainnya tengah mencari tempat baru untuk produksi dan ekspor ke Amerika. Ini adalah peluang nyata bagi Indonesia,” ujarnya.
Pemerintah, lanjut Mari, telah menyiapkan program revitalisasi industri padat karya guna menyambut potensi relokasi tersebut. Di antaranya adalah memberikan fasilitasi bagi investor asing yang ingin memindahkan basis produksi mereka ke tanah air.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya diversifikasi rantai pasok global yang selama ini dinilai terlalu bergantung pada China. “Sebagai bagian dari kerja sama ASEAN dan kemitraan dengan negara seperti Korea Selatan, Jepang, serta Australia, Indonesia memiliki posisi yang strategis untuk menjadi alternatif rantai pasok global, terutama untuk akses ke pasar Amerika,” jelasnya.
Dua sektor strategis yang kini menjadi sorotan adalah critical minerals dan semiconductor. Mari menyebutkan bahwa sektor ini sangat krusial bagi Amerika Serikat dalam upayanya mengurangi ketergantungan terhadap China, dan Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk mengisi celah tersebut.
Tak hanya itu, pemerintah juga aktif mendorong diversifikasi pasar ekspor. Selain Amerika Serikat, Indonesia menargetkan pasar Eropa melalui Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU–CEPA) serta kawasan Asia melalui Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
“Di luar itu, tentu saja kerja sama dagang lainnya juga perlu diperkuat, termasuk di kawasan kita sendiri lewat ASEAN dan RCEP. Diversifikasi rantai pasok bukan hanya realistis, tapi juga mendesak,” pungkas Mari Elka.