PT Astra International Tbk. (ASII) menghadapi tantangan dalam sektor otomotif pada kuartal pertama 2025, di tengah tekanan pasar dan penurunan daya beli konsumen. Berdasarkan laporan terbaru dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil secara wholesales pada Maret 2025 hanya mencapai 70.892 unit, menurun 5,1% dibandingkan Maret tahun sebelumnya yang tercatat 74.720 unit. Penjualan ritel—yakni distribusi kendaraan dari dealer ke pembeli akhir—juga mengalami penurunan sebesar 6,8% menjadi 76.582 unit dari sebelumnya 82.170 unit.
Secara kumulatif, total penjualan wholesales selama tiga bulan pertama 2025 merosot 4,7% menjadi 205.160 unit, dibandingkan dengan 215.250 unit pada periode yang sama tahun 2024. Adapun penjualan ritel turun lebih tajam, yakni 8,9%, dari 231.027 unit pada kuartal I/2024 menjadi 210.483 unit di tahun ini.
Kinerja Astra turut terdampak. Sepanjang kuartal pertama 2025, penjualan mobil perseroan menurun 7,34% secara tahunan menjadi 110.812 unit. Penjualan segmen low cost green car (LCGC) bahkan turun signifikan sebesar 22,27% menjadi hanya 28.294 unit, dari sebelumnya 36.405 unit pada periode yang sama tahun lalu.
Kendati demikian, Astra masih mampu mempertahankan pangsa pasar mobil nasional di angka 54%. “Astra terus berupaya menghadirkan ragam kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan dari berbagai segmen, meski menghadapi tantangan pasar yang cukup dinamis,” ujar Boy Kelana Soebroto, Head of Corporate Communications Astra, dalam keterangan resminya, Rabu (16/4/2025).
Di sisi lain, Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menyoroti penurunan daya beli kelas menengah sebagai salah satu penyebab utama turunnya penjualan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 9,4 juta penduduk yang sebelumnya berada di kelompok kelas menengah mengalami penurunan status menjadi aspiring middle class selama periode 2019–2024. Per akhir 2024, jumlah masyarakat kelas menengah mencapai 47,85 juta jiwa atau sekitar 17,13% dari populasi nasional.
“Indikasi melemahnya konsumsi dari kelas menengah terlihat jelas. Masyarakat cenderung lebih selektif dalam membelanjakan uang, terutama untuk pengeluaran besar seperti kendaraan,” ujar Kukuh, Selasa (15/4/2025).
Imbas dari pelemahan kinerja penjualan ini juga tercermin pada pergerakan saham ASII. Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham ASII turun 0,63% ke Rp4.750 per lembar pada penutupan Kamis (17/4/2025), dan secara year-to-date masih terkoreksi 3,06%.
Menurut Nafan Aji Gusta, Senior Market Chartist dari Mirae Asset Sekuritas, penurunan penjualan otomotif Astra tergolong wajar di tengah kondisi suku bunga tinggi yang menekan permintaan kredit kendaraan. Ia juga menilai tekanan ekonomi domestik turut memengaruhi tren konsumsi. Namun, potensi pemulihan tetap ada, terutama jika Bank Indonesia mulai melonggarkan kebijakan moneternya.
“Jika BI menurunkan suku bunga, ini bisa menjadi stimulus bagi sektor otomotif karena kredit kendaraan akan lebih terjangkau,” ungkap Nafan.
Momentum positif juga dinantikan dari ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 yang akan digelar pada 24 Juli–3 Agustus di ICE BSD City, Tangerang. “GIIAS berpotensi mendorong peningkatan penjualan Astra, seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya,” tambah Nafan.
Ia pun merekomendasikan strategi accumulative buy untuk saham ASII, dengan target harga Rp5.575 per lembar.
Sementara itu, analis dari Sinarmas Sekuritas, Christine Nathania dan Isfhan Helmy, menilai tekanan terhadap divisi otomotif Astra masih akan berlanjut sepanjang 2025. Mereka menyebut lemahnya daya beli segmen menengah-bawah dan meningkatnya kompetisi kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) sebagai faktor utama yang membebani bisnis otomotif ASII. Meski begitu, pangsa pasar Astra yang tetap stabil di atas 50% menjadi nilai tambah tersendiri.
Dorongan optimisme juga muncul dari sisi pembagian dividen. ASII membukukan laba bersih sebesar Rp34,05 triliun sepanjang tahun buku 2024, tumbuh tipis 0,62% dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan capaian tersebut, perseroan berencana mengusulkan pembagian dividen final sebesar Rp308 per saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Mei 2025. Dengan dividen interim sebesar Rp98 per saham yang telah dibagikan sebelumnya, total dividen tahun buku 2024 menjadi Rp406 per saham. Angka ini lebih rendah dibandingkan dividen tahun buku 2023 yang mencapai Rp519 per saham.
Tingkat rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) ASII berada di level 48%, yang dinilai telah kembali ke angka yang konsisten seperti sebelum pandemi. “Kami melihat kebijakan ini realistis, mengingat tantangan bisnis ke depan,” tulis Christine dan Isfhan dalam risetnya.
Sinarmas Sekuritas juga merekomendasikan beli untuk saham ASII dengan target harga Rp5.500 per lembar.