QRIS dan GPN Jadi Sorotan AS, Ekonom Minta Pemerintah Bertindak Cerdas

3 Min Read

Pemerintah Indonesia didesak untuk memberikan penjelasan yang lebih transparan kepada Amerika Serikat terkait penerapan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), yang belakangan menjadi sorotan dalam laporan perdagangan Amerika Serikat.

Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk., Hosianna Evalita Situmorang, menyampaikan bahwa langkah diplomasi dan kerja sama strategis dapat membantu Indonesia menjelaskan manfaat dari kebijakan tersebut kepada mitra internasional, khususnya AS, dalam upaya meredakan ketegangan tarif.

“Dengan dialog yang konstruktif, Indonesia memiliki peluang untuk memperkuat kerja sama di bidang sistem pembayaran digital yang inklusif dan efisien, sekaligus memperkuat peran dalam ekosistem keuangan global,” ujarnya kepada Bisnis Indonesia, Jumat (18/4/2025).

Sorotan terhadap QRIS dan GPN muncul dalam National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis akhir Maret lalu, hanya beberapa hari sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal terhadap Indonesia. Dalam laporan tersebut, Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menilai sejumlah regulasi dari Bank Indonesia sebagai hambatan perdagangan.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah Peraturan BI No. 21/2019 yang mewajibkan penggunaan QRIS untuk seluruh transaksi berbasis kode QR di dalam negeri.

USTR menyebut perusahaan-perusahaan asal AS, terutama penyedia layanan pembayaran dan institusi keuangan, mengeluhkan kurangnya pelibatan dalam proses perumusan kebijakan tersebut.

Tak hanya itu, AS juga menyoroti kebijakan Bank Indonesia pada Mei 2023 yang mewajibkan transaksi kartu kredit pemerintah diproses melalui GPN, serta penerbitan kartu kredit khusus untuk lembaga pemerintah daerah. Kebijakan ini dinilai dapat membatasi akses perusahaan pembayaran asal AS terhadap pasar pembayaran elektronik di Indonesia.

Menanggapi isu tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah antisipatif, termasuk koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Namun, ia belum merinci lebih lanjut bentuk respons konkret terhadap keberatan pihak AS.

“Kami sudah melakukan koordinasi, terutama dalam hal sistem pembayaran yang menjadi perhatian Amerika,” ujarnya dalam konferensi pers pada Jumat (18/4/2025).

Sementara itu, Bank Indonesia terus memperluas jangkauan QRIS ke berbagai negara mitra seperti Tiongkok, Jepang, dan Arab Saudi, sebagai bagian dari strategi internasionalisasi sistem pembayaran berbasis QR dan penggunaan mata uang lokal di lintas negara.

Langkah-langkah tersebut diharapkan mampu menjawab kekhawatiran mitra dagang sekaligus memperkuat posisi Indonesia di tengah dinamika global terkait digitalisasi sistem keuangan.

Share This Article