Pada perdagangan Rabu, 9 April 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum menunjukkan pemulihan signifikan setelah tekanan berat di sesi sebelumnya. Pasar ditutup di sesi pertama pada level 5.976,43, turun 19,71 poin (-0,33%) dibandingkan penutupan Selasa (8/4).
Sebelumnya, IHSG sempat mengalami trading halt akibat pelemahan tajam yang dipicu aksi jual besar-besaran. Beberapa faktor yang memengaruhi sentimen negatif antara lain ketidakpastian pasar global, tekanan pada saham-saham kapitalisasi besar, serta penerapan Auto Rejection Bawah (ARB) yang mencapai batas 15%.
Di tengah kondisi tersebut, dua emiten perbankan unggulan dalam indeks LQ45, yaitu Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI), menunjukkan pergerakan yang berlawanan.
BBCA Menguat 1,29%, BBRI Melemah Tipis
Saham BBCA ditutup menguat 1,29% ke level Rp7.875 per saham, dengan nilai transaksi mencapai Rp1,56 triliun. Padahal, sebelumnya saham ini sempat dibuka lebih rendah di Rp7.700, namun berhasil bangkit dan mencatat harga tertinggi Rp7.950. Volume perdagangan tercatat 689.928 lot dengan nilai transaksi harian Rp542,40 miliar.
Sementara itu, BBRI justru melemah 0,27% ke Rp3.630 per saham, meskipun likuiditasnya tetap tinggi di Rp1,31 triliun. Saham ini dibuka di Rp3.610, sempat menyentuh level tertinggi Rp3.710, sebelum akhirnya turun Rp10 per saham di penutupan sesi pertama. Volume perdagangan BBRI mencapai 2.206.875 lot, dengan nilai transaksi Rp804,60 miliar.
Pasar Selektif di Tengah Sentimen Negatif
Perbedaan arah pergerakan kedua saham ini mencerminkan selektivitas pasar terhadap emiten perbankan, meskipun sama-sama termasuk dalam kategori defensif. Kinerja BBCA yang lebih kuat mungkin didorong oleh kepercayaan investor terhadap fundamental emiten, sementara BBRI masih menghadapi tekanan jual.
Investor perlu memantau perkembangan lebih lanjut, terutama terkait sentimen global dan kebijakan otoritas pasar modal yang dapat memengaruhi pergerakan IHSG ke depan.