Sejumlah institusi keuangan global menurunkan proyeksi terhadap pasar saham Amerika Serikat (AS) menyusul meningkatnya ketegangan perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump terhadap mitra dagang utama.
Menurut laporan Bloomberg, lembaga-lembaga seperti Evercore ISI, RBC Capital Markets, Goldman Sachs Group Inc., Barclays, dan Yardeni Research secara kolektif melakukan penyesuaian ke bawah terhadap target pasar saham AS untuk tahun 2025. Penurunan ini didorong oleh meningkatnya ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan tarif impor terbaru yang diberlakukan oleh pemerintah AS.
Michael Purves, CEO Tallbacken Capital Advisors, mengakui bahwa pihaknya sebelumnya terlalu optimistis terhadap prospek pasar saham tahun ini. Ia menyatakan bahwa ekspektasi tersebut belum mempertimbangkan risiko-risiko utama seperti penurunan laba korporasi, tekanan terhadap margin keuntungan, peningkatan inflasi, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi.
“Pertanyaannya kini adalah, valuasi seperti apa yang layak dibayar untuk pasar saham yang dihadapkan pada begitu banyak ketidakpastian?” ujar Purves, dikutip Bloomberg, Senin (7/4/2025).
Pasar saham AS mengalami tekanan signifikan pada dua hari perdagangan sebelumnya, yakni 3 dan 4 April 2025, setelah pengumuman tarif baru oleh Presiden Trump disambut dengan respons tegas dari negara-negara mitra dagang. Beberapa saham unggulan seperti Apple Inc. dan Caterpillar Inc. masing-masing tercatat turun tajam hingga 16% dan 14%.
Ed Yardeni dari Yardeni Research menyoroti bahwa pemerintah AS tampaknya berusaha mengarahkan kebijakan tarif untuk memulihkan kesejahteraan ‘Main Street’, meskipun langkah tersebut berdampak negatif pada ‘Wall Street’.
“Masalahnya adalah ‘Main Street’ juga memiliki eksposur yang besar di Wall Street melalui kepemilikan saham. Artinya, keduanya bisa sama-sama mengalami dampak positif maupun negatif,” tulis Yardeni dalam catatannya kepada investor.
Sementara itu, Win Thin dari Brown Brothers Harriman memperkirakan tekanan terhadap pasar ekuitas masih akan berlanjut seiring dengan mulai diberlakukannya tarif pada 9 April 2025.
“Ketika pejabat pemerintahan Trump menyatakan bahwa arah kebijakan tidak akan berubah meskipun pasar saham tertekan, kami melihat hal ini sebagai sinyal bahwa aksi jual di pasar saham kemungkinan besar akan berlanjut. Sebaliknya, pasar obligasi bisa saja menguat sebagai respons,” ungkapnya.
Di pasar derivatif, kontrak berjangka S&P 500 mengalami penurunan hingga 4%, menandai dua hari perdagangan terburuk sejak Maret 2020. Dalam rentang waktu 3–4 April 2025, indeks saham AS secara keseluruhan mencatat koreksi sekitar 10%, seiring meningkatnya kekhawatiran akan resesi di AS dan melambatnya pertumbuhan ekonomi global.