Pemerintahan Prabowo-Gibran telah meluncurkan Program Tiga Juta Rumah beserta berbagai stimulus ekonomi lainnya, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi emiten semen, termasuk PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP). Meski demikian, para analis menilai bahwa program ini belum mampu mengatasi sepenuhnya masalah struktural dalam industri semen, mengingat efeknya baru akan terasa dalam jangka panjang.
Harapan dari Program Pemerintah
Christian Kartawijaya, Direktur Utama Indocement, menyatakan bahwa pelaku industri berharap program ini dapat menyerap kelebihan pasokan semen yang selama ini menjadi tantangan. Proyek perumahan nasional dan pembangunan infrastruktur diprediksi menjadi pendorong utama peningkatan permintaan semen di masa mendatang.
“Kami optimistis permintaan semen ritel akan meningkat seiring membaiknya daya beli masyarakat. Jika daya beli naik, konsumsi semen untuk renovasi rumah seperti penambahan kamar atau penggantian lantai juga akan terdorong,” ujar Christian.
Selain itu, Indocement juga mengandalkan kelanjutan proyek infrastruktur seperti LRT, MRT, Jalan Tol Harbour Road, serta perbaikan sekolah dan insentif pajak properti untuk mendukung permintaan.
Tantangan di Awal 2025
Meski optimistis, Christian mengakui bahwa awal tahun 2025 masih dihadapkan pada permintaan yang lemah akibat musim hujan dan bulan puasa. Namun, ia memperkirakan pertumbuhan permintaan semen tetap akan mencapai 1%-2% pada tahun ini, meskipun ada pemotongan anggaran infrastruktur.
Untuk menjaga profitabilitas, Indocement berfokus pada efisiensi biaya, penggunaan bahan bakar alternatif, serta pemanfaatan bahan baku alternatif di pabrik Grobogan dan Maros.
Kekhawatiran atas Pendirian Pabrik Baru
Christian juga menyoroti rencana pendirian pabrik semen baru di Wonogiri, Jawa Tengah, oleh PT Anugerah Andalan Asia dengan investasi Rp6 triliun. Menurutnya, pemerintah sebaiknya mempertahankan moratorium pendirian pabrik semen baru mengingat tingkat utilisasi industri saat ini hanya mencapai 53% pada 2024.
“Jika pemerintah terus mengizinkan pembangunan pabrik baru, industri ini tidak akan pernah sehat. Kami berharap kebijakan moratorium tetap dipertahankan,” tegasnya.
Analisis Pasar: Program Tiga Juta Rumah Belum Cukup
Richard Jerry, analis BRI Danareksa Sekuritas, menyatakan bahwa meskipun Program Tiga Juta Rumah diperkirakan meningkatkan permintaan semen, dampaknya belum cukup untuk mengatasi masalah struktural industri. Ia memproyeksikan penjualan semen kemasan akan stagnan, bahkan berpotensi turun 0,3% (YoY) pada 2025, sementara penjualan semen curah diperkirakan melambat 8% (YoY).
“Daya beli masyarakat masih lemah. Program pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah membutuhkan waktu lebih lama sebelum benar-benar berdampak pada konsumsi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa kenaikan harga jual rata-rata (ASP) diperkirakan terbatas, hanya sekitar 0,5%-1% (YoY), akibat tingginya persaingan dan dominasi semen curah.
Kinerja Indocement dan Proyeksi ke Depan
Bob Setiadi, analis CGS International Sekuritas Indonesia, mencatat bahwa INTP mencatat kinerja yang solid di tengah tantangan industri. Pada 2024, laba bersih perusahaan naik 3% (YoY) menjadi Rp1,95 triliun, dengan peningkatan signifikan di kuartal IV/2024 sebesar 53% secara kuartalan.
Meski demikian, manajemen INTP menurunkan proyeksi pertumbuhan volume penjualan domestik 2025 menjadi sekitar 1% (YoY), dari sebelumnya 2%-3% (YoY), karena permintaan infrastruktur yang masih lemah.
Di sisi lain, perusahaan tetap optimistis dengan efisiensi operasional, termasuk peningkatan penggunaan bahan bakar alternatif di pabrik Grobogan dari 1% (2024) menjadi 8% pada semester I/2025.
CGS International menaikkan estimasi laba bersih INTP sebesar 6,9%-8,3% untuk 2025-2026, meskipun target harga saham diturunkan menjadi Rp7.700 akibat penyesuaian asumsi biaya modal.
“Kami mempertahankan rekomendasi ‘add’ karena pasar dinilai masih meremehkan potensi arus kas bebas INTP yang kuat, yakni Rp2,1-Rp2,5 triliun pada 2025-2027, yang dapat mendukung pembagian dividen lebih tinggi di masa depan,” jelas Bob.
Risiko dan Peluang ke Depan
Beberapa risiko yang dihadapi INTP antara lain persaingan ketat di Jawa Barat dan keterlambatan sinergi pasca-akuisisi. Namun, peluang re-rating bisa datang dari penurunan harga batu bara, pengetatan pasokan semen domestik, serta peningkatan volume penjualan.
Secara keseluruhan, Program Tiga Juta Rumah diharapkan menjadi katalis positif, tetapi industri semen masih membutuhkan kebijakan yang lebih komprehensif untuk mencapai keseimbangan pasokan dan permintaan.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi investasi.