Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 21 perusahaan tercatat di bursa tengah mempersiapkan aksi pembelian kembali saham (buyback) tanpa melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sebagai respons atas anjloknya pasar saham Indonesia. Strategi ini diharapkan dapat memberikan dorongan terhadap harga saham di tengah tekanan pasar.
Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, menyampaikan bahwa hingga 9 April 2025, tercatat 21 emiten telah menyatakan niat untuk melakukan buyback tanpa perlu menggelar RUPS. Total dana yang dialokasikan untuk aksi ini mencapai Rp14,97 triliun, dengan 15 emiten telah merealisasikan buyback senilai Rp429,72 miliar.
Langkah ini diambil karena sejak awal tahun pasar saham Indonesia menunjukkan pelemahan signifikan. Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), setelah libur Lebaran, indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami tekanan berat, ditutup anjlok 7,9% ke level 5.996,1 pada Selasa (8/4/2025). Bahkan, IHSG sempat merosot 9,19% hingga menyentuh 5.912,06, yang mengakibatkan penghentian sementara perdagangan (trading halt).
Meskipun pada Kamis (10/4/2025) IHSG sempat menguat sebesar 4,79% dan kembali naik pada Jumat (11/4/2025), secara keseluruhan IHSG masih tercatat turun 11,55% secara year-to-date (ytd). Inarno menegaskan bahwa OJK akan terus melakukan pemantauan pasar serta mengambil tindakan cepat dan tepat guna mengurangi volatilitas.
Selain kebijakan buyback tanpa RUPS, OJK juga melakukan penyesuaian terhadap batas bawah auto-rejection (ARB) dan mekanisme trading halt untuk menjaga stabilitas pasar. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyebut bahwa pihaknya juga tengah mendorong peningkatan peran investor institusional domestik, termasuk lembaga keuangan milik negara (BUMN), untuk aktif berinvestasi di pasar modal.
Dalam hal ini, OJK telah menjalin koordinasi dengan Danantara, superholding BUMN, untuk memperkuat investasi domestik. Diskusi dengan Danantara telah dilakukan, dan diharapkan akan membawa dampak positif bagi pendalaman pasar keuangan nasional.
Terkait efektivitas buyback, Felix Darmawan, analis riset saham Panin Sekuritas, menilai bahwa aksi ini dapat menjadi sinyal kepercayaan diri manajemen perusahaan dan berfungsi sebagai bantalan psikologis bagi investor. Namun, menurutnya, efek buyback cenderung bersifat jangka pendek, dan lebih efektif jika dilakukan oleh emiten berkapitalisasi besar (big caps). “Buyback bukan solusi menyeluruh atas tekanan pasar, apalagi jika faktor eksternal seperti pelemahan rupiah dan ketegangan geopolitik global masih mendominasi,” jelas Felix pada Jumat (11/4/2025).
Felix menambahkan bahwa arah pergerakan IHSG dalam waktu dekat masih cenderung berhati-hati, mengingat belum adanya kepastian arah kebijakan suku bunga global dan tekanan makro ekonomi lainnya. Oleh karena itu, buyback hanya bisa berperan sementara dalam menjaga kestabilan pasar.
Sementara itu, Fath Aliansyah, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, menyampaikan bahwa emiten dengan kondisi keuangan solid atau yang telah mengalokasikan belanja modal (capex) secara memadai memiliki peluang lebih besar untuk melaksanakan buyback tanpa perlu persetujuan RUPS. “Dampaknya tentu berbeda dengan perusahaan yang kondisi keuangannya kurang sehat,” tuturnya.