Harga saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) belum menunjukkan tanda-tanda kembali ke level Rp3.000-an sejak mengalami tren penurunan pada akhir 2024. Hingga penutupan perdagangan Kamis (17/4), saham TLKM berada di level Rp2.550 per lembar, mencatatkan penurunan sekitar 5,56% sepanjang tahun 2025 ini.
Untuk merespons kondisi tersebut, Telkom berencana melakukan aksi pembelian kembali (buyback) saham senilai maksimal Rp3 triliun. Sebagai catatan, buyback terakhir yang dilakukan Telkom terjadi pada tahun 2020, di masa pandemi, dengan anggaran sebesar Rp1,5 triliun yang bersumber dari kas internal.
Aksi tersebut dijalankan secara bertahap selama tiga bulan, mulai 30 Maret hingga 29 Juni 2020. Saat itu, saham TLKM sempat anjlok hingga 34% sejak awal tahun sebelum buyback dilakukan.
Aksi buyback yang direncanakan tahun ini akan dimulai setelah mendapatkan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 27 Mei 2025, dan dapat dilakukan dalam jangka waktu hingga satu tahun setelahnya.
Dana sebesar Rp3 triliun akan mencakup seluruh biaya terkait transaksi, termasuk komisi dan biaya lain yang berkaitan dengan proses pembelian kembali saham.
Telkom memastikan bahwa jumlah saham yang akan dibeli tidak akan melebihi 10% dari total modal disetor dan ditempatkan. Selain itu, proporsi saham yang beredar di publik (free float) akan tetap di atas 7,5% pasca-buyback.
Manajemen menyatakan bahwa tujuan utama dari buyback ini adalah untuk menunjukkan keyakinan terhadap prospek jangka panjang perusahaan dan menjaga stabilitas antara kondisi pasar serta fundamental perusahaan.
Pihak manajemen juga menegaskan bahwa buyback ini tidak akan mengganggu operasional perusahaan, mengingat Telkom memiliki kas dan arus kas operasional yang memadai.
Kinerja Keuangan TLKM dan Proyeksi Analis
Meski laporan keuangan tahunan 2024 belum dirilis, Telkom mencatatkan pendapatan sebesar Rp112,21 triliun dalam sembilan bulan pertama tahun tersebut—naik tipis 0,88% secara tahunan. Namun demikian, laba bersih justru mengalami penurunan sebesar 9,35% menjadi Rp17,6 triliun.
Total aset Telkom per akhir September 2024 tercatat sebesar Rp285,13 triliun, sedikit menurun dibandingkan akhir Desember 2023 yang mencapai Rp287,04 triliun.
Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya posisi ekuitas, sementara liabilitas perusahaan cenderung stabil. Liabilitas naik tipis dari Rp130,4 triliun menjadi Rp130,7 triliun, sedangkan ekuitas turun dari Rp156,56 triliun menjadi Rp154,35 triliun.
Rekomendasi Analis dan Target Harga Saham
Menurut data dari Terminal Bloomberg per 14 April 2025, mayoritas analis—31 dari 38—merekomendasikan beli untuk saham TLKM, dengan target harga konsensus di angka Rp3.438,13 dalam 12 bulan ke depan. Ini mencerminkan potensi kenaikan sekitar 41,5% dari harga saat ini.
Analis dari KB Valbury Sekuritas, Steven Gunawan, memperkirakan pendapatan segmen fixed mobile convergence (FMC) Telkom akan naik 19,3% secara kuartalan menjadi Rp33,4 triliun, berkat peningkatan permintaan akhir tahun. Meski begitu, total pendapatan diperkirakan turun tipis 0,4% menjadi Rp36,8 triliun karena kinerja kurang optimal dari segmen lainnya.
Efisiensi biaya diharapkan bisa menekan beban hingga 5,5% dan mendorong EBITDA naik 4,6% menjadi Rp19,6 triliun.
Steven juga menyampaikan revisi proyeksi untuk 2025. Ia memperkirakan rata-rata pendapatan per pengguna (ARPU) IndiHome akan turun menjadi Rp247.000, lebih rendah 6,8% dari estimasi sebelumnya, seiring meningkatnya persaingan dari penyedia fixed broadband lainnya.
Meski demikian, posisi kuat IndiHome di pasar utama dan rendahnya penetrasi broadband tetap membuka peluang monetisasi.
Untuk 2025, Steven memperkirakan pendapatan TLKM akan tumbuh 4,5%, terutama didorong oleh konsumsi data yang meningkat sebesar 6,8%. Namun, kebutuhan ekspansi jaringan diprediksi akan menambah beban bunga, yang berpotensi menekan laba perusahaan.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Steven tetap mempertahankan rekomendasi beli untuk saham TLKM, meski menurunkan target harga dari Rp4.000 menjadi Rp3.400 per saham.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi investasi.